Diposkan pada Belajar, Prosa, Sebuah Cerita, Tulisan

JYP Entertainment Itu… 3.0 (Sebuah Curhatan Terbuka Dari Penggemar Lama yang Takut Di-bully karena Sering Ngebela Agensi)

Butuh waktu lama buat aku memutuskan untuk menulis ini. Anggap saja curhat, karena aku sadar diri teman-teman seumuranku sudah jarang yang masih bergelut dengan dunia musik korea. *hela napas*

Ini adalah tulisanku tentang JYPE yang tidak bermaksud untuk berseri namun nyatanya telah sampai di bagian tiga. Tulisan terakhir sepertinya ada di tahun 2017 lalu dan yang pertama di tahun 2014. Sudah cukup lama.

Dan selama itu, aku sadar kalau aku sudah semakin tertinggal.

JYPE semakin besar, artisnya semakin sering datang silih berganti, penggemarnya semakin banyak, dan… semakin ribut.

Tahu apa yang melelahkan?

Jika di dua tulisanku sebelumnya aku menulis tentang JYPE sebagai usaha menjelaskan pada orang lain yang tidak menyukai artisnya, tapi sekarang aku harus menuliskan ini untuk orang-orang yang justru menyukai artisnya. Kasarnya, jika sebelumnya aku berperang melawan pihak luar, sekarang aku harus berperang melawan teman sendiri.

Aku tahu mungkin penggemar-penggemar lama sepertiku ini kadang menyebalkan, sombong karena sering bawa-bawa kartu ‘tahu dari nol’ atau kenal dari awal debut, seolah-olah pengen dihormati sebagai senior.

Tapi di balik itu semua, kami sebenarnya gagap dengan perubahan.

Kami yang dulu bisa dengan mudah ‘menjangkau’ si artis karena belum terlalu terkenal, kami yang dulu merasa dekat dengan menyaksikan si artis yang masih buluk berbagi cerita tentang mimpinya untuk naik daun, kami yang bersama-sama dengan lingkaran kecil berusaha untuk ‘meracuni’ siapa saja untuk punya kesukaan yang sama, kami yang menyaksikan bagaimana si artis jatuh bangun tak dikenali. Kami, adalah segelintir orang-orang yang mungkin menyebalkan itu.

Kami tentu saja bangga dengan perubahan dan perkembangan si artis. Meski terlihat misuh, jauh dalam hati ada rasa haru karena bisa melihat idola menjadi mentereng, bak bapak petani yang melihat malika menjadi kecap yang disukai banyak orang.

Dan tahukah, aku merasakannya gak cuma pada satu artis, tapi banyak, bahkan pada agensinya sendiri.

Jika harus buka kartu, dan bisa dilihat sendiri dari titimangsa semua tulisanku di blog ini, aku menyukai JYPE dari 10 tahun lalu. Dari kantornya super sempit dengan kubikel yang berdesakkan, dari sebuah gedung kecil depan toko donut, hingga akhirnya bisa punya gedung bertingkat di pinggir jalan besar.

Sebagai orang yang pernah belajar dari sekolah kepunyaan Kementerian Perindustrian, aku sejak dulu kagum dengan bagaimana industri KPop berjalan. Aku belajar banyak soal bagaimana industri mereka bekerja, dan karena itu kemudian simpatiku jatuh pada JYPE. Aku juga senang dengan dunia seni, karena itu aku juga selalu berusaha memahami apa yang diinginkan artis dan karyanya dari sudut pandang idealisme berkarya; terlepas dari urusan modal dan bisnis yang dijalankan agensinya.

Selama bertahun-tahun bergelut menjadi penggemar artis-artis JYPE, aku sempat ngerasa kesepian. Gak ada temen. Artisnya gak dianggap. Teman-teman yang  menyukai musik Korea, jarang yang suka dengan artis JYPE. Sekalinya ada yang terkenal, dihujat rame-rame. Tapi aku gak bisa lama-lama stres, karena lingkaran pertemanan dengan sesama penggemar artis-artis JYPE itu sangat menyenangkan. Tidak besar, tapi sekali lagi; menyenangkan.

Tapi saat satu persatu mereka berhenti dan lepas dari dunia ke-korea-an, waktu berganti, artis baru muncul, semakin terkenal, JYPE tumbuh tak terkendali, sempat menggeser SME dalam hal market share, saat itulah aku ngerasa harus menelan pil manis dan pahit sekaligus.

Memang menyenangkan karena kini bisa bertemu dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama dengan mudah, tapi melihat pertengkaran karena hal sepele antar penggemar artis yang sama-sama berada di naungan JYPE juga gak kalah mudahnya. Orang-orang mulai punya pembanding soal cara promosi dari artis lain, orang-orang mulai lupa dengan esensi menikmati karya dan tergerus arus indutrialisasi dan euforia kemenangan. Menginginkan pengakuan sebagai yang terbaik memang tidak salah, tapi kalau sampai membuat ketidaknyamanan dan pertengkaran, itu yang salah.

JYPE memang bukan perusahaan terbaik, sejak dulu aku sudah tahu. Apalagi di tulisanku yang pertama aku mengumpamakan artisnya sebagai orang yang tidak akan membuat orang suka karena talentanya, tapi karena bagaimana mereka berproses untuk menunjukkan talentanya. Kau akan suka dengan bagaimana Junho dan Jun.K 2PM yang dulu member underrated kini menjadi anggota yang paling terkenal di Jepang, kau akan suka dengan bagaimana JB berusaha menunjukkan jika lagunya layak untuk didengarkan, kau akan suka dengan cerita perjuangan 3Racha sebelum mereka debut, kau akan suka dengan bagaimana semua angota Twice terus terasah kemampuannya menyanyi seiring waktu, kau akan suka dengan perjuangan anak-anak Itzy untuk debut, juga dengan semua artis solonya yang terus bertransformasi menjadi musisi berkelas.

Kau akan selalu bisa belajar sesuatu dari mereka, bukan hanya haha-hihi idolaku ganteng atau cantik. Tapi kau bisa menemukan motivasi untuk melakukan sesuatu berharga dalam hidup, yang walaupun berbeda bidang, tapi spirit-nya tetap sama.

Aku jelas akan selalu rindu dengan keadaanku saat JYPE masih menjadi perusahaan kecil yang ‘terpaksa’ dikategorikan Big3 meski penjualannya hanya sepesepuluh dari YGE. Tapi jelas aku tak bisa menghentikan mereka untuk bertumbuh dengan modal yang semakin besar, dan mungkin menjadi tempat yang kurang nyaman bagi idealisme beberapa artisnya sehingga memilih untuk keluar.

Karena sebenarnya, itu wajar, sayang.

Artis keluar dari agensi itu wajar, dan itu bukan kesalahan siapa-siapa.

Tak ada yang salah dari artis yang keluar karena kontrak habis. Tak ada yang salah dari penyanyi yang lebih sukses setelah keluar dari JYPE. Tak ada, sayang. Cobalah belajar tentang bagaimana bisnis berdinamika, dan sudut pandang seorang artis yang ingin tetap mempertahankan idelisme-nya tanpa campur tangan para pemodal yang mementingkan keuntungan.

Tak ada yang salah, sayang.

Yang salah adalah, kita terjebak dalam bias sehingga terlalu membenci dan mencintai. Kita menolak untuk tahu sudut pandang lain karena kita terlalu suka atau terlalu benci dengan agensi.

JYPE memang banyak kurangnya, aku tahu semua permasalahan mereka, dari mulai seremeh subtitle konten yang terlambat hingga masalah sosok Park Jin Young yang suka body shaming, atau dianggap narsis, atau nakutin. Yeah, subjective opinion tapi aku tahu banyak yang setuju soal itu. Soal marketing juga, soal kerjaan ke artis yang terkesan overwork, soal promosi di varshow, dan sebagainya yang bisa lebih banyak dari inti tulisan ini kalau diuraikan.

Tapi apakah dengan kebencian itu kalian jadi gak mau membuka mata bahwa si artis pernah belajar banyak di agensinya? Gak cuma soal nyanyi dan nari, sesederhana cara jalan, cara ngobrol di publik, hingga pengetahuan industri secara keseluruhan, darimana si artisnya bisa dapatin itu? Di balik cacian penggemar soal outfit yang jelek, ada puluhan orang yang udah berusaha membuat si artis tetap cantik, gak peduli merekanya sendiri bau ketek.

Dibalik kebencian itu, apa kalian tidak mau membuka mata bahwa si artis dapat penghasilan dari agensinya? Ketika si artis udah bisa beli apartemen mewah, staf agensi mungkin tetep pulang ke rumah sederhananya dan cuma kebagian takjubnya doang. Artisnya udah bisa tidur, manajernya masih harus nyusun jadwal. Artisnya udah kelar syuting, stafnya masih gadang ngedit hasil rekaman. Artisnya udah pindah agensi dan makin terkenal, staf JYPE masih di kerjaan yang sama dengan gaji yang sama. Orang-orang di agensi tuh gak punya fandom gais, mereka mau diprotes terus pun gak yang ngebela.

Dibalik kebencian itu, apa kalian juga gak mau membuka mata kalau para atasan di agensi harus terus bertaruh dengan uang milyaran bahkan triliunan setiap kali mau mempromo artis? Uangnya jelas bukan uang pribadi, tapi uang investor yang jumlahnya mungkin ratusan setelah mereka beli saham. Mereka harus siap kalau si artis kurang diminati, sedangkan uang udah keluar dan mereka harus tanggungjawab sama banyak orang.

Industri Korea itu keras banget. Keras banget. Sedangkan si artis, stafnya, agensinya, adalah manusia, sama dengan kita yang juga manusia. Sama-sama gak sempurna. Terus kenapa ngeluh segalam macam sampe lupa kalau koreaan itu buat bahagia?

Tapi meski sudah sadar itu, jangan terlalu cinta dengan agensi juga. Karena mereka tetep perusahaan yang nyari profit, bukan lembaga nirlaba. Ingatkan kalau ada yang salah, JYPE jelas lebih terbuka dibandingin dulu. Jangan ragu buat ngerasa kecewa dan ‘memarahi’ saat mereka bikin kesalahan. Bantu beberapa penggemar yang ingin menyuarakan hal yang dikira perlu pada agensi. Kan kita itu customer mereka, jadi pendapat kita pasti didenger kok. Pokoknya jangan mendewakan, biasa aja.

Aku mungkin terkesan membela agensi kayak yang aku tulis di judul, tapi aku yakin aku gak mungkin bisa tahan bertahun-tahun nyari hiburan dari JYPE setelah tahu banyak hal kebobrokan mereka. Harusnya aku udah ilfeel, apalagi terus beberapa kali dipojokin dan capek sendiri lihat orang yang lempar bom verbal. Tapi menurutku, selama aku bisa nemuin alasan yang logis dari semua kesalahan yang JYPE lakuin, aku masih mau nunggu bakal sejauh apa mereka berkembang.

Lagian, sebagai sesama manusia, yang juga menggemari hal yang sama, kenapa gak saling berbagi bahagia aja sesuai tujuan dari semua ini sebagai hiburan belaka? Jadi, berhenti bertengkar dan lebih baik dalam berututur bisa kan?

 

 

NB.

Aku menulis dengan gaya yang tidak terlalu curhat mengenai JYPE di wattpad. Beberapa topik yang dianggap permasalahan di JYPE akan aku coba urai disana dari sudut pandang netral.

Penulis:

Always Wondering Until I Wonder Why I Wondering

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.