Diposkan pada Sebuah Cerita

[Undercover] Sudut Pandang Lain dari Spotfy On Stage 2018

Akhirnya bisa nulis di blog lagi!

Agak semangat karena keinginan cerita setelah kejadian kurang enak pas aku nonton Spotify On Stage 2018 di Jakarta International Expo kemarin.

Rusuh. Desek-desekan. Banyak yang pingsan.

Begitu kira-kira kata kunci yang bakal kamu temuin paling banyak kalau cari tahu soal apa yang terjadi di acara itu saat Stray Kids manggung.

Jadi, emang gitu ya kejadiannya?

Sebelumnya aku mau cerita ini dari sudut pandangku, penonton dengan tiket Free User dan sudah mengantri dari sekitar pukul sepuluh pagi. Bagaimana caranya bisa datang kesana sepagi itu? Karena aku berangkat dari kosan adek di Bandung dari jam lima subuh. Kebayang persiapannya agar bisa berangkat sepagi itu?

Jadi, aku dan adik beda kelas, dia Premium dan aku Pertamax gratisan. Tapi pas cetak tiket, aku selesai duluan karena ternyata kelas Premium sangaaaatt panjang. Nah, karena pernah baca ketentuan kalau Premium bisa  masuk duluan sekitar jam setengah empat sore. Akhirnya aku dan adikku melipir ke Musala setelah berburu freebies karena pikirku masuknya ya nanti sore.

Tapi ternyata pas pulang dari Musala antrian masuk venue sudah panjang banget. Di tengah terik aku males ikut antri lagi, jadilah kita tunggu di tempat teduh. Eh dasar polos, tiba-tiba ada keributan(?) di depan antrian, karena penasaran aku dan orang-orang yang lagi berteduh jadi mendekat. Dan tahukah? Begitu keributan yang konon karena kedatangan artis mereda, aku sama adikku malah tiba-tiba ikut dalam antrian.

Asli gak niat, karena antrian baru tiba-tiba kebentuk dengan cepat dan kami berdua ada di dalamnya.

Atas nama nanggung, kita akhirnya lanjut ngantri di terik panas sampai dua jam lebih. Belum desak-desakannya. Belum pegel kakinya. Belum ngantuknya. Sempet kepikiran buat kembali ke rencana awal buat ngantri nanti sore. Tapi kita sudah nanggung kejepit, keluar juga susah, jadi ya edankeun. Alhasil kta baru bisa masuk gerbang itu sekitar jam empat sore dan masuk ke venue satu jam kemudian.

Begitu masuk venue, orang-orang sudah banyak banget. Nah, terus disana ada pembatas gitu. Pendek saja seatas perut, masih lebih niat pembatas Masjid kemana-mana. Tanpa maksud nyerobot, aku ya lewatin saja pembatasnya. Karena aku gak tahu kalau itu pembatas buat penonton premium. Sejak awal antri aku selalu berusaha nurutin kemana bagian free meskipun sama petugasnya bilang sama saja. Because I never wanna take the others rights. Lagipula aku disitu sampai adekku yang masuk belakangan datang. Habis itu aku tepar cuma duduk-duduk sambil tunggu waktu Magribh.

Acara dimulai sekitar jam setengah tujuh, aku dan adikku ke Musola dulu buat salat magribh. Pas kembali ke venue, penonton sudah penuh banget. Aku sama adikku pisah karena dia pengen ke depan dan aku tahu diri kalau aku harusnya di belakang.

Penampilan Slot Machine, band asal Thailand, jadi penampilan pembuka yang keren banget. Suasana masih kondusif dan semua orang ngasih apresiasi yang baik meskipun aku tahu hampir delapan puluh persennya penonton itu Stay. Begitu masuk Anne Marie, barisan sudah mulai gak kondusif. Para laki-laki tinggi besar heboh nyelinap ke depan dan ngalangin pandangan dengan layar ponselnya. Aku yang tadinya ingin ikut nonton jadi agak males dan akhirnya milih duduk karena kaki juga sudah pegel. Paling sesekali aku berdiri dan pindah sana sini buat cari tempat yang enak buat nonton karena para laki-laki tinggi besar dengan ponsel itu bener-bener ngerekam sampai lagu selesai. Terus aku harus nonton dari layar ponsel Anda gitu, Pak?

Selesai Anne Marie, di layar ngumumin kalau next performer-nya Stray Kids. Nah, beberapa orang di depan itu banyak yang pada mundur. Pikirku mereka memang gak suka lagu K-Pop, jadi mending mundur dulu.

Alhasil ada ruang kosong di depan pembatas itu dan orang-orang pada ngisi ke depan. Sebagai orang yang dari tadi sabar menahan diri dari keegoisan laki-laki dengan layar ponselnya, aku ikut maju. Niatnya ya cuma agar bisa lepas dari mereka.

Tapi berdiri disana itu kayak berdiri ditengah pantai yang berombak #tsah, kamu gak sadar pasir yang kamu injak itu nganterin kamu terus ke tengah laut. Aku lagi-lagi ada di barisan tanpa sengaja jilid dua. Mau maju gimana, mau berhenti kedorong dari belakang. Akhirnya aku sampai di tengah sayap kanan(?) panggung, deket ke panggung sih enggak tapi yang pasti emang masuk ke ranah premium.

Begitu Stray Kids muncul, asli telingaku kasian banget. Kiri kanan teriak gak jelas. Layar ponsel kembali ditiggikan. Karena gak kelihatan jelas ya aku juga ikut ngerekam dengan ketinggian yang juga gak kira-kira. Sebenernya agak sedih sih karena sepanjang mereka nyanyi banyak yang teriak-teriak gak jelas cuma nyebutin nama member, berasa lalala yeyeye acara musik televisi. Padahal kan ada fanchat yang ngasih tempat kapan teriak dan nyebutin nama. Alhasil perform mereka gak bisa seutuhnya dinikmatin kayak dua performer sebelumnya. Walau aku tetep takjub denger rap Changbin atau nada tinggi Chan sama Woojin.

Begitu musik berhenti, mereka kenalan. Teriakan makin gak karuan, gak jelas cuma panggil-panggil nama. Tapi kesannya gak sopan karena si artis lagi ngomong apa penontonnya gak dengerin dan rusuh sendiri neriakin apa. Waktu itu dorongan dari belakang makin kenceng, aku berusaha buat gak makin maju sampai akhirnya Chan bilang buat mundur karena bahaya yang depan mulai kegencet.

Aku bukan gak mau nurut, aku sudah coba mundur dan maksa yang di belakang  ikutan. Tapi gak bisa sekaligus karena ternyata yang di belakang juga kegencet si pembatas nanggung. Pengen mundur sendiri tapi aku gak punya keberanian menyibak keramaian dengan muka jutek bilang “minggir” kayak orang lain.

Di panggung Chan udah kehabisan kata-kata, dia ngambek dan mutusin walk out ke backstage diikutin yang lain. Panitia langsung ngumumin kalau mereka gak bakal perform kalau penonton belum kondusif. Mereka terus nyuruh mundur padahal gak tahu kalau kita bukan gak mau mundur, tapi memang kehalang sama si pembatas.

Keadaan makin parah pas mereka malah nyuruh penonton duduk, karena yang depan duduk, yang belakang juga duduk, yang ditengah-tengah kehalang pembatas makin kejepit karena kehabisan ruang buat duduk. Secara kalau duduk ruang yang dibutuhin tentu harus lebih luas kan. Suasana tetap gak kondusif sampai terdengar suara seorang perempuan mengambil alih suara dan bicara dengan memanggil sebutan para fans Stray Kids, “Stay! Stay Indonesia…” dilanjut dengan berbagai wejangan dan persetujuan agar tak menggunakan ponsel atau mengangkat banner saat Stray Kids tampi lagi.

Saat keadaan hening demi mendengarkan si Mbak hebat itu aku akhirnya mencari celah buat keluar dari tengah-tengah kerumunan tanpa spasi dengan bilang permisi mau ke toilet. Perjuangan nyelip sana sini berhasil dan aku beneran menyingkir ke sudut venue, memperhatikan ruang medis penuh banget dan beberapa petugas masih sibuk ngegotong penonton yang pingsan.

Begitu ada kesepakatan untuk menjaga ketertiban, penonton kembali berdiri dan Stray Kids tampil lagi. Tapi pasti kerasa lah kalau mereka terlihat terburu-buru buat nyelesin ‘kewajibannya’ perform. Ketika empat lagu di medley tanpa ada jeda ngobrol-ngobrol kayak performer sebelumnya, mereka langsung pamitan gitu aja pas selesai.

Setelah itu aku langsung ke toilet buat bersihin hidung yang berdarah. Karena capek, aku malah tepar di pintu Musala dan nelpon adekku buat nyusul ke sana. Dengan sangat terpaksa aku harus ngelewatin penampilan Tulus yang sebenernya jadi performer kedua yang aku tunggu-tunggu setelah Stray Kids.

Oke, dari cerita itu aku akuin kalau aku ngelakuin dua kesalahan. Pertama masuk ke bagian premium ‘tanpa sadar’. Terus ikut-ikutan ngangkat hp tinggi-tinggi di perform awal karena juga kehalang sama layar hp penonton depan. Jujur aku ngerasa bersalah dan baca banyak curhatan orang-orang di Twitter yang juga menyalahkan para penonton kelas free user yang merangsek ke depan. Salah gak salah, aku termasuk golongan itu dan ikut andil dalam keberdesakan penonton. Jadi aku bener-bener minta maaf.

Tapi, yang mau aku bahas adalah, apakah semua kejadian ini semata karena ketidaksiplinan penonton?

Jadi gini, ayo kita bahas dari segala sisi.

Pertama, 90% performance aku nikmatin di belakang. Sesuai kelasku sebagai free user. Apakah disana kondusif? Enggak, kita juga penuh -walaupun gak sesak- dan manner para penontonnya sama aja. Udah di belakang, mereka tetep main hp seenaknya. Pas antri penukaran tiket, antrian free user selesai lebih dulu karena jumlah penonton premium lebih banyak, bener-bener udah kayak 3x lipatnya. BANYAK BANGET. Kelihatan kok dari posisi pembatas gak jelas di venue yang diletakkan membagi ruangan 3/4-nya lebih banyak ke premium. Jadi terlepas hadir enggaknya penonton free user ke sana, wayahna penonton premium pasti jauh lebih sesak.

Selain itu, pas Stray Kids nyuruh mundur dan berakhir dengan panitia nyuruh duduk, kita yang tengah bener-bener jadi tumbal. Demi nyelamatin penonton depan, kita dianggap bandel gak mau mundur, padahal yang ada: KITA KEHALANG SI PEMBATAS NANGGUNG YANG JATOHNYA MALAH MALFUNGSI. Mau mundur lewat celah juga susah karena para penonton di belakang udah pada duduk semua dan menghabiskan ruang. BENERAN, KAN UDAH DI BILANG DI BELAKANG JUGA PENUH.

Jujur waktu itulah aku baru ngeh kalau kehadiran besi-besi pembatas ini buat misahin free sama premium. BENER-BENER PAS SAAT ITU. KARENA AKU TAHU FREE HARUS DI BELAKANG, TAPI AKU GAK TAHU KALAU DIALAH PEMBATASNYA. SEBELUMNYA GAK ADA PETUNJUK, GAK ADA PEMBERITAHUAN. Jadi tolong, yang semata-mata nyalahin free user seolah-olah maruk pengen ke depan, it’s not true. Kita beneran gak tahu.

Aku juga dapet cerita dari temen free user yang pas awal masuk berdiri ke depan karena gak tahu fungsi si batasan nanggung, ia dapat sindiran gak enak dari para penonton premium yang pongah banget udah punya kelas lebih tinggi. Like wow, I think free user’s price is more expensive than premium. Kelas kalian lebih ada benefit karena udah bayar demi menghilangkan iklan dan layanan lain dari spotify, sedangkan free user tetep ngasih pemasukan ke spotify dengan dengerin iklan. Pikir-pikir kalau semua pengguna alih kelas ke premium, yang ngiklan siapa yang dengerin dah. Kenapa gak ngingetin baik-baik sih anak-anak, gak usah bawa-bawa harga.

Kedua, pihak penyelenggara yang gak sigap dan ketahuan banget gak mempelajari karakteristik para penonton yang kira-kira bakal dateng. Kehadiran Stray Kids, mancing para penonton di bawah umur buat ikut dateng. Itu kenapa penyelenggara nyuruh buat bawa surat izin orang tua atau ajak pendamping kalau misalkan kamu dibawa umur. Aku pikir dengan itu kalian ngerti tentang karakter penonton yang akan datang gak jauh dari orang-orang yang  punya semangat 45, heboh, impulsif, spontan, punya ego tinggi, dan butuh ketegasan sejak awal karena mereka gak bisa ngambil keputusan sendiri alias cenderung ikut keputusan kelompok.

Apalagi ketika seseorang ada di kerumunan, karakter individu itu kayak melebur dan kegantikan sama karakter kerumunan yang biasanya berkumpul karena satu tujuan; yang kali ini adalah nonton. Apa tujuannya? Aku berani bilang kalau 90% tujuan utama para penonton remaja itu ya nonton Stray Kids. Makannya kerumunan masih bisa kondusif pas dua performance sebelumnya karena tujuan mereka belum sama; yang akan mereka tonton belum ada.

Ketika Stray Kids muncul dan mereka semua jadi punya satu tujuan, ya berebutan lah untuk bisa sedekat mungkin dengan tujuan mereka.

Jujur waktu itu aku juga kebawa ‘semangat’ kerumunan, apalagi muncul  ruang kosong  di bagian premium. Beneran loh, sebelum yang belakang ikut ke bagian premium, yang bagian belakang premiumnya aja udah ngebangun ruang kosong. Itu artinya, yang premiumnya aja merangsek ke depan.

Satu-satunya cara agar lepas dari ‘semangat’ kerumunan, ya sadari diri. Ambil kendali diri sebagai individu buat keluar dari kerumunan. Tapi apakah itu mungkin terjadi bagi penonton yang belum dewasa?

Itulah kenapa itu jadi tugas penyelenggara. Bukan tugas penonton lain yang dianggap bisa memobilisasi dengan menyuruhnya bicara ke atas panggung. Apalagi atisnya yang harus nyuruh-nyuruh penonton buat sadar diri kalau mereka ada dalam bahaya. Kejadian kemarin bener-bener nunjukin kalau penyelenggara sama sekali gak siap. Gak ada perencanaan yang baik, gak ada usaha mengenali penonton.

Dari awal mereka juga gak konsisten, soal tiket atau soal surat izin. Tiap orang beda jawabannya. Petugas di lapangan juga gitu, ada yang cerita kalau petugas bilang beda free sama premium ya cuma waktu masuk venue, pas di venue semua campur. Kan kesel, maksud pembatas nanggung itu apa kalau gitu.

Minum sama makanan juga disita, tapi atribut yang bisa ngehalangin pandangan orang enggak. Terus aku malah lebih setuju kalau penonton itu gak dibolehin ngerekam pakai hp, tapi harus pakai kamera. Pertama gak mungkin diangkat tinggi-tinggi, gak ngerekam lama-lama karena pegel, terus ngefilter juga orang-orang yang maksa ngerekam cuma demi likes di media sosial.

Kalau misal penyelenggara pengen punya rekaman eksklusif, ya larang aja dua-duanya. Kan hasil rekamannya juga bisa lebih bagus, nunjukin penonton yang fokus nonton tanpa maenin hp.

Oh ya btw, hidungku berdarah karena kegores setelah ketimpuk air minum yang dilempar dari sudut VIP. Gak ngerti lagi sama panitianya. Itu kan bahaya. Masih mending ngebaginya gak sambil dilempar-lempar. Mereka yang menyita minuman, mereka juga gak ngebaginya lagi. Orang-orang pingsan gak semata-mata karena kejepit keramaian. Tapi capek dan DEHIDRASI. Apalagi yang udah dateng dari pagi.

Kenapa gak buat larangan gak buang sampah di dalam venue aja?  Himbau buat bawa sampah yang dihasilkan sendiri sampai keluar venue, BERULANG-ULANG kalau perlu. Buat jaga-jaga sediain tempat sampai yang memadai di dalem. Bukannya menyita dan tak mengembalikan lagi Tumblr dan MAKAN MALAM SAYA PAK, BU. PENGEN MARAH TAPI TAHU MEREKA CUMA MENAJALANKAN TUGAS. Hsss kapitalisme #loh.

Salah seorang fansite luar yang dateng aja bilang kalau proses cek keamanannya itu BERLEBIHAN,  atau mun ceuk urang dieu mah, lebay.

PR penyelenggara banyak banget sih. Keluhan soal mereka tuh ada aja.  Apalagi kalau mereka emang niat ngadain lagi tahun depan, dan bawa idol Korea berbasis fans anak-anak remaja lainnya. Kalau gak belajar dari tahun ini sih sungguh keterlaluan namanya.

Nah, apakah aku menyesal ikut nonton kemarin?

Enggak.

Sejak awal aku emang mau nonton buat hiburan setelah mumet dengan banyak hal. Stray Kids emang jadi alasan pertama, tapi aku punya banyak alasan mengikuti. Percaya gak percaya nonton langsung penampilan Stray Kids setelah mereka kembali lagi dari backstage udah kayak kompensasi yang memadai dari segala hal yang udah dilewati. Saat itu aku nonton di bagian belakang dan ngerekam sekali aja pas ada confetti karena eatetis dan pengen mengabadikan. Sisanya aku full cuma nonton dan nikmatin penampilan mereka.

Tanpa bermaksud bias, aku harus akui kalau stage presence-nya Stray Kids kuat BANGET. Aku sempet lihatin para penonton VIP yang aku yakin gak semuanya tahu kpop sampai berdiri semua dan ikutan DIEM MENIKMATI. Beneran, fokus banget dari awal sampai akhir. Aura Stray Kids emang keluar dan mereka tuh energic banget. Lihat koreo mereka secara langsung sama lewat layar itu beda ternyata. Lebih menakjubkan aja.

Selain itu yang lebih penting, kejadian rusuh kemarin ngasih hikmah karena aku bisa lihat gimana sisi lain dari anak-anak ini. Yaitu, kepribadian dan profesionalisme.

Gini, kalau acara lancar, mereka tentu hanya menunjukan hal yang udah mereka latih sebelum naik panggung. Tapi dengan kejadian tak terduga yang gak menyenangkan, mereka butuh reaksi spontan dan mau gak mau jadi menyingkap  kepribadian mereka sebenarnya.

Wajah khawatir, ucapan dalam bahasa inggris buat utamain keselamatan, bahaya kalau terus ngerangsek ke depan dan tolong mundur demi kami, itu jelas gak masuk dalam latihan pas mereka mau manggung, tapi spontanitas mereka aja sebagai performer. Beberapa member yang gak fasih bahasa inggris bisik-bisik ke english speaker dan nunjuk posisi penonton yang mereka anggap bahaya.

Ini ngingetin aku sama Jae Day6 yang berhenti main musik tiba-tiba cuma buat nanya ke salah satu sudut penonton, karena ia kayak ngelihat ada yang pingsan. Itu spontanitas yang bikin aku salut karena sebagai anak-anak yang debut kemarin sore, Stray Kids udah punya empati itu dan mencoba berusaha meredam hal yang gak terduganya sendiri.

Sejak awal aku juga sebenernya kagum sama gaya kepemimpinan Bang Chan buat grupnya. Gak tahu kenapa aura kepemimpinan dia beda sama kepemimpinan leader grup lain. Dan waktu kemarin, kejadian gak terduga ini bikin aura itu jadi kuat banget. Saat dia berusaha mengkondusifkan penonton sampai akhirnya speechless sendiri dan ngajak temen-temennya buat kembali ke backstage. Sadar gak kalau itu bagian dari cara dia memimpin pertunjukan grupnya?

Sampai saat ini banyak cerita dan sudut pandang baru dari para penonton yang berbagi lewat sosmed. Aku selalu baca, dari yang marah-marah, emosi dan berapi-api, sampai yang ikhlas padahal udah keinjek-injek.

Tapi gimana pun hasilnya, semoga kejadian ini bisa membawa kebaikan dan hikmah buat semua orang. Karena meski gak sesuai ekspektasi, tetap ada pelajaran berharga buat semua orang yamg terlibat, entah penyelemggara, penonton, atau performernya.

🙂

 

(Repost dari tulisan saya pada tanggal 13 Oktober 2018)

Penulis:

Always Wondering Until I Wonder Why I Wondering

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.